Puisi I
ELEGI
PERPISAHAN
separuh bulan
separuh hati di kejauhan
gemintang
padam
diam-diam
malam merajam
angin
bertutur
seketika
daunan gugur
pengkhianatan
menusuk
kesetiaan
jadi busuk
petualangan
berakhir
darah
april membanjir
oh
kasih ah sayang
betapa
dunia malang
kau
melangkah pergi
sunyi
mengancam mati
aku
ditelan ikrar
dan
kenangan yang terbakar
jiwa
sudah abu
hanya
mampu merindu
jauhlah kau jauh
doakan aku kembali utuh
Sumenep, 2016.
Puisi II
MENUNGGU
HAWA
hawa
mana bermalam
adammu
ditikam kelam
sekujur
rindu berlumur darah
sepi
kalbu mengubur tabah
bila
hujan merayu
badai
berahi menggebu-gebu
bila
gersang merangsang
basah
ranjang terbayang-bayang
banyak
mawar menyamar dikau
duri-durinya
menggelar risau
zikir-doa
kini kuembuskan
mengemis
jiwamu semanis impian
duhai
hawa purnama surga
segera
tiba terangi usia
melayari
cinta hakiki
berlabuh
ke pangkuan ilahi
Sumenep, 2016.
Puisi III
KEHILANGAN
mata
ibu tak sebiru pagi
alam
pecah ditindas sunyi
air
susu memanggil-manggil
tiga
bayi kemana menggigil
sekian
tempat tercium perih
tangisan
batin semakin mendidih
dalam
sendu bertanya lugu
“dimanakah
anak-anakku?”
“mereka
dibuang!”
ah
bahasaku melayang
ia
terus menjerit mengeong-ngeong
malang
nasib tak tertolong
Sumenep, 2016.
BIODATA
Daviatul Umam,
lahir di Sumenep, 18 September 1996. Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa ini
merupakan mantan Ketua Umum Sanggar Andalas, sekaligus aktivis beberapa
komunitas teater dan sastra lainnya. Sebagian karyanya dipublikasikan di
sejumlah buku antologi bersama serta media cetak dan online. Sesekali juga dinobatkan sebagai juara atau nominasi di antara sekian lomba cipta
puisi, baik lokal maupun nasional. Kini berdomisili di Poteran
Talango Sumenep-Madura. Bisa dikunjungi di darahpoteran.blogspot.com