Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 31 Desember 2016

CERPEN RISEN DHAWUH ABDULLAH: PEREMPUAN ANEH


Entah berapa pasang mata yang telah menyaksikan perempuan aneh dengan rambut yang terurai berai, di perempatan jantung kotaku—perempatan yang dipakai sebagai titik nol kilometer. Setiap kali  melangkahkan kakinya, perempuan itu  selalu mengundang perhatian. Di setiap perkataannya yang ceplas ceplos, selalu menimbulkan pertanyaan di benak orang.
Sudah berapa ratus kali aku melewati perempatan yang  di salah satu ruas jalannya terdapat perempuan aneh itu. Setiap aku lewat, selalu saja kusaksikan gerak-geriknya bersama kacamataku. Dulu aku mengira ia adalah seorang pengamen jalanan. Namun persepsi itu berubah setelah aku tahu bahwa ia sering berbicara sendiri, kusimpulkan bahwa ia adalah perempuan gila.
Pernah suatu ketika aku lewat sana. Ia sedang asyik berteriak-teriak. Lalu tiba-tiba berubah menjadi tertawa. Sambil berjalan-jalan di sela-sela kendaraan yang menunggu lampu hijau. Wajahnya kemudian datang kepada seorang gadis—kutaksir gadis yang didatangi perempuan itu berumur sekitar dua puluhan. Ia bisikan beberapa kalimat dari mulutnya yang mulai kering tersengat matahari. Kebetulan aku mendengarnya, karena jarakku yang begitu dekat.
“Kau adalah perempuan. Wajahmu cantik. Di setiap langkahmu selalu diikuti bahaya, apalagi kalau kau tidak bisa menjaga perilakumu…. Jangan suka berkeliaran sendiri tanpa seorang teman. Jangan suka berkeliaran di tempat sepi bersama lelaki…. Mengertiiii!!!!”
Gadis yang dibisiki menjadi takut karena rupa perempuan aneh itu berubah menjadi menakutkan. Aku membayangkannya seperti monster dalam adegan film-film yang siap menerjang mangsanya. Ketakutan sang gadis sedikit reda ketika mendadak bibir si perempuan aneh menjelma menjadi senyuman. Perempuan aneh itu berjalan ke pembatas jalan saat lampu hijau sudah menyala. Aku pun menjadi heran, perempuan aneh itu seperti tahu apa arti lampu hijau.
***
Melewati perempatan jalan yang disinggahi perempuan aneh sudah menjadi rutinitasku. Hanya lewat perempatan itu, aku bisa sampai ke tempat kerja. Lambat laun rasa penasaran terhadap perempuan aneh yang sering kulihat muncul di benakku. Mungkin karena aku sering lewat sana, selalu memperhatikan setiap gerak-geriknya saat aku menunggu lampu hijau menyala, sehingga rasa penasaranku muncul.
Pulang kerja, senja tampak menggantung di langit, aku mendapat inisiatif untuk mampir di angkringan dekat perempatan itu. Aku memesan kopi untuk sekedar menghangatkan tubuh. Sambil asyik menyeruput kopi, aku mengobrol-obrol dengan pemilik angkringan. Baru hitungan menit kami mengobrol, kami sudah terlihat akrab.
Aku pada suatu kesempatan menanyakan perihal perempuan aneh itu.
“Dia itu gila, Mas,” kata si pemilik angkringan.
“Dulunya kena apa, Pak? Dia selalu berkata aneh, Pak. Sering pula ia membisikan kata-kata seperti sebuah nasehat kepada setiap perempuan muda,” ujarku tak sabar segera ingin segera mendengarkan penjelasan tentang perempuan aneh yang sedang dibahas.
“Dulu dia diperkosa oleh seorang lelaki. Waktunya saat purnama, hampir tengah malam. Kebetulan saya ini, salah satu orang dari  beberapa orang yang memergokinya. Kami langsung meringkus. Sementara perempuan itu menangis menjadi-jadi. Saya menyuruh istri saya untuk mengantarkan pulang. Ternyata tempat tinggalnya tidak jauh dari sini,” katanya panjang lebar.
“Lalu kenapa dia sering berkata aneh?”
“Maksud Mas yang seperti sebuah nasehat tadi?”
“Ya, benar.”
“Sejak itu Sri, nama perempuan aneh itu sangat membenci dengan semua lelaki. Rasa bencinya ia sampaikan lewat perkataannya. Sri seperti itu karena tidak ingin perempuan-perempuan mengalami musibah seperti dirinya. Maka tidak heran jika ia menasehati setiap perempuan yang lewat perempatan ini.” Aku hanya mengangguk-angguk paham mendengar perkataan pemilik angkringan.
“Dia sampai diberitakan di beberapa koran lokal. Dan menjadi trending topik masyarakat yang membacanya. Aneh bukan? Orang gila diberitakan dan langsung menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat,” tambahnya sedikit tertawa. Aku pun tersenyum.
Gelas yang di depanku kusruput kembali. Setelah isinya habis, aku membayarnya dan pulang.
***
Keesokan harinya aku berangkat kerja seperti biasanya. Tidak terburu-buru. Menikmati di setiap perjalanan. Hingga tiba di perempatan itu kembali. Suasana masih begitu sepi. Aku hanya ditemani lima motor dan satu mobil yang ada di kanan kiriku.
Perempuan aneh itu tidak menampakan diri.
Aku dikejutkan dengan seorang perempuan yang berlari di pinggir trotoar. Seorang lelaki mengejarnya. Kulihat sekilas lelaki itu penuh nafsu.
Aku benar-benar terkejut kembali. Si perempuan aneh muncul dan terlihat berlari.  Berusaha mengikuti perempuan dan lelaki yang saling berkejaran. Wajahnya begitu marah. Ada apa gerangannya dengan ketiga orang itu?
Aku pun memutar balik motor. Aku tertarik untuk mengikuti ketiga orang tadi. Berlari bersama motorku, sempat kehilangan jejak, akhirnya aku menemukan mereka.
Tapi… Aku hanya menemukan perempuan aneh sedang tertawa keras dan lelaki yang sudah terbujur di tanah, dengan punggung bersimbah darah dengan pisau yang masih menancap. Perempuan aneh itu tampak puas.
“Aku telah berhasil menyelematkan kesucian perempuan,” teriak perempuan aneh itu.
Aku hanya memandangnya dan menelan ludah. Sekilas wajah perempuan yang dikejar lelaki yang kini terkulai terlintas di anganku. Aku menduga perempuan itu berusaha diperkosa si lekaki, dan perempuan aneh itu menyelamatkannya. [ ]

Bantul, 17 November 2016

BIODATA:
Risen Dhawuh Abdullah sedang menuntut ilmu di SMA N 2 Banguntapan. Pelajar yang suka membaca dan menulis cerpen Pernah berguru menulis cerpen kepada penyair Jogja, Evi Idawati. Lahir di Sleman pada 29 September 1998. Tinggal di Bantul Yogyakarta. Facebook : Risen Dhawuh Abdullah




Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Statistik Pengunjung

Flag Counter