Pages

Ads 468x60px

Senin, 02 Januari 2017

ZULFAISAL PUTERA: TAHUN TELOLET


Saya ingin mengawali esai di awal tahun ini dengan mengucapkan ‘Selamat Tahun Baru 2017’. Merayakan atau pun tidak, suka atau pun tidak, saya yakin, siapa pun Anda pasti menerima kehadiran tanggal 1 Januari ini sebagai awal tahun. Dan ucapan selamat ini, yang mungkin banyak diterima dari mana pun, adalah sebuah doa bagi Anda, bagi kita sebagai manusia dalam menghadapi hari-hari yang bakal dijalani setahun ke depan.
Tradisi mengucapkan selamat ini juga bagian dari budaya keseharian masyarakat kita. Ada perasaan senang, bangga, dan bersyukur atas keberhasilan, kesuksesan, atau kebahagiaan yang didapatkan orang atau pihak lain. Dalam konteks bahasa, ‘selamat’ dimaknai sebagai doa yang mengandung harapan supaya sejahtera; atau pemberian salam mudah-mudahan dalam keadaan baik. Jadi, berbahagialah bila mendapat ucapan selamat, termasuk menghadapi tahun baru semacam ini.
Selain dalam bentuk ucapan, ‘selamat’ juga bisa berwujud perayaan. Masyarakat sering menyebutnya sebagai ‘selamatan’ atau kegiatan untuk meminta selamat. Dalam selamatan inilah wujud kegembiraan menyambut Tahun Baru lebih terasa. Ada yang selamatan dengan pesta dan kemeriahannya dari konvoi di jalan, meniup terompet dan menyalakan kembang api, dan putar musik. Ada pula yang doa dan zikir bersama. Namun, semuanya diakhiri dengan makan bersama.
Masyarakat kita adalah masyarakat yang gampang gembira walau beberapa saat sebelumnya baru berduka. Paling tidak, dia dapat menutup sejenak kesedihannya dengan segaris senyum getir. Tentu, jangan ditanya apa yang ada di kepala mereka. Menurut psikolog, menggembirakan hati adalah cara untuk melupakan kesedihan. Caranya, bisa dengan menciptakan kegembiraan sendiri, atau menyaksikan kegembiraan orang lain. Suasana tahun baru semacam ini bisa dijadikan alasan untuk ikut bergembira.
Tak bisa dipungkiri, 365 hari sepanjang Tahun 2016 yang baru beberapa jam kita lewati menyimpan terlalu banyak catatan. Lebih-lebih bagi Indonesia tercinta ini. Dari sengkarut politik, korupsi, dan kriminal yang seakan tak ada habis-habisnya. sampai kepada persoalan sensitivitas keagamaan yang menjurus kepada terbukanya celah intoleransi antaragama. Belum lagi persoalan kemiskinan, pengangguran, dan kurangnya lapangan kerja seakan menjadi bab tetap di setiap buku tahunan negeri ini.
Yang paling mengerikan sepanjang tahun Monyet 2016 lalu adalah pemanfaatan media sosial sebagai medan peperangan yang baru. Melalui facebook, twitter, instagram, dan situs situs daring lainnya setiap orang bisa memiliki senjata dan bebas mengarahkan tembakannya kemana pun. Kata-kata, gambar, bahkan lambang emotion bisa menjadi peluru yang mahadahsyat untuk melumpuhkan siapa pun. Sebagian masyarakatsudah takbisa lagi membedakan mana informasi fakta, palsu, bahkan fitnah di media sosial.
Lantas bagaimana Kalimantan Selatan sepanjang Tahun 2016? Secara kasatmata, Banua terbilang tenang-tenang saja. Meminjam istilah kepolisian, Kalsel aman dan terkendali. Masyarakat Banjar terbiasa asyik dengan pekerjaannya sehari hari sehingga hal-hal yang ‘kada jadi baras’ tak begitu dipedulikan dan dibesar-besarkan. Bahkan, krisis listrik yang masih terus berlangsung sudah dianggap makanan sehari-hari dan takpernah rusuh menagih janji pemimpin baru daerahnya yang pernah janji akan mengatasinya. Padahal padamnya listrik yang sakahandak PLN ini sudah termasuk teroris!
Tahun 2016 ini juga masih menjadi tahun penuh musibah. Berbagai tempat mengalami kapal tenggelam, pesawat jatuh, banjir, gunung meletus, dan gempa bumi. Gempa 6,5 skala richter di Pidie Jaya, Aceh, 7 Desember lalu adalah catatan kedukaan paling menyedihkan dan paling membekas bagi siapa pun yang mengalaminya. Apalagi jika sanak keluarga tercinta menjadi korban. Dan entah kapan bisa sembuh. Jika mereka senyum menghadapi tahun baru 2017 ini, itulah cara sederhana untuk melupakan kesedihan itu sejenak.
Di pekan pekan terakhir tutup tahun, kita ternyata masih bisa tersenyum. Lewat tangan sejumlah sopir bus dan orang-orang sepanjang jalan, Tuhan menghadirkan bunyi klakson yang sangat menghibur : “telotet”! Melalui jargon ‘om telolet om’, bukan hanya Indonesia, bahkan negara-negara lain pun ikut menikmati riuhnya “telolet”. Jika ini hanya fenomena , tak apalah. Toh kita masih bisa tertawa dan selamat! Seperti tulisan ‘telolet’ yang dibolak-balik tetap ‘telolet’, hidup kita sesungguhnya tetap berputar dari tahun ke tahun. [ ]


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Statistik Pengunjung

Flag Counter