Pages

Ads 468x60px

Selasa, 27 Desember 2016

IBNU JUMA: SANG PEMILIK IMAN YANG DAHSYAT


Terjepit di antara dua pilihan tentu merupakan kondisi yang tidak mengenakan. Apalagi jika pilihannya begini: Meninggalkan keimanan kepada Allah atau melihat orang tua lemah tak berdaya seperti ingin mati. Wow, menurut Reader, pilihan yang sulitkah ini?
Sa’ad bin Waqqash, salah satu sahabat Rasul yang masuk Isam pada usia 17 tahun merupakan orang yang pernah berada dalam situasi terjepit seperti disebutkan tadi. Saat itu, ibunya ingin agar dia melepas keimanannya, dan mengancam kalau dia tidak mau maka ibunya akan mogok makan hingga keinginannya terpenuhi.
Ancaman ibunya itu tidak menggoyahkan keimanan Sa’ad. Hingga suatu ketika, ibunya pun berada dalam kondisi yang sangat kritis. Beberapa kerabat pun menjemputnya agar menjenguk ibunya dengan harapan ia berubah pikiran ketika melihat kondisi ibunya. Tapi, meski telah melihat kondisi ibunya yang sekarat itu keimanannya kepada Allah tetap tidak tergoyahkan. Meskipun sebenarnya hatinya terasa seperti teriris sembilu.
Ketika ia berada di dekat ibunya yang dalam kondisi kritis tersebut, ia mendekatkan wajahnya ke wajah ibunya kemudian berbisik, “Demi Allah, ketahuilah wahai Ibu, seandainya ibu mempunyai seratus nyawa, lalu keluar satu per satu, anakmu ini takkan meninggalkan agama Allah dengan tebusan apapun. Bahkan dengan nyawa ibu sekalipun. Sekarang terserah ibu, apakah mau makan atau tidak.”
Akhirnya ibunya pun menyerah untuk membelokkan kembali keimanan anaknya agar kembali menyembah berhala. Peristiwa inilah yang kemudian menurunkan wahyu Allah berupa surah Luqman ayat 15 yang artinya: “Dan seandainya kedua orang tua memaksamu untuk mempersekutukan Aku, padahal itu tidak sesuai dengan pendapatmu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya….”
Sa’ad memiliki nama asli Sa’ad bin Malik Azzuhri. Kakeknya bernama Uhaib, putera Manaf, yang merupakan paman dari Aminah, ibunda Rasulullah SAW. Ia memiliki pribadi yang sangat takut kepada Allah. Dia kerap menangis setiap mendengar Rasulullah berpidato di hadapan para sahabat. Selain itu, Sa’ad juga termasuk sahabat yang dikarunai harta berlimpah sehingga banyak menafkahkan hartanya di jalan Allah. Sa’ad juga tidak mau menjamah harta yang syubhat apalagi haram. Oleh karena itu, dia dianggap sebagai mahaguru dalam hal mengumpulkan harta yang bersih dan halal.
Sa’ad yang termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam setelah Sayidatina Khadijah r.a. ini juga memiliki keistimewaan yakni doanya setajam pedang. Hal ini berkat doa Rasulullah kala melihat sesuatu yang menyenangkan beliau pada diri Sa’ad, “Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkan doanya…” Meski memiliki keistimewaan ini, Sa’ad tidak pernah mendoakan seseorang dengan kejelekan. Jika ada seseorang mendzaliminya, ia hanya menyerahkan urusannya kepada Allah.
Sa’ad juga dinobatkan sebaga salah satu penduduk surga. Kala itu, dalam suatu majelis bersama para sahabat, tiba-tiba Rasulullah menajamkan pandangannya ke depan seolah-olah melihat sesuatu yg ditunggu-tunggu dari kejauhan. Kemudian beliau kembali menoleh kepada para sahabat seraya berkata: “Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang lelaki penduduk surga.” Seketika para sahabat menengok ke kiri ke kanan penuh tanda tanya, penasaran siapakah gerangan orang yang beruntung itu. Ternyata, orang itu adalah Sa’ad bin Abi Waqqash, karena tak lama kemudian dia lah yang muncul di hadapan mereka.
Apa rahasia Sa’ad sehingga membuatnya dinobatkan sebagai salah satu penduduk surga? Mungkin itulah tanda tanya kita, yang juga merupakan tanda tanya Abdullah bin Amr bin Ash, yang membuat beliau bertandang ke rumah Sa’ad. “Tak lebih dari ibadah yang biasa kita kerjakan,” jawab Sa’ad, “Hanya saja aku tidak pernah menaruh dendam atau niat jahat kepada siapapun dari kaum muslimin.”
Itulah Sa’ad bin Abi Waqqash, sosok yg memiliki keimanan yang sangat kuat seperti baja dan tegar ibarat batu karang. [ ]


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Statistik Pengunjung

Flag Counter