Terjepit di antara dua pilihan tentu
merupakan kondisi yang tidak mengenakan. Apalagi jika pilihannya begini:
Meninggalkan keimanan kepada Allah atau melihat orang tua lemah tak berdaya
seperti ingin mati. Wow, menurut Reader, pilihan yang sulitkah ini?
Sa’ad bin Waqqash, salah satu sahabat Rasul
yang masuk Isam pada usia 17 tahun merupakan orang yang pernah berada dalam
situasi terjepit seperti disebutkan tadi. Saat itu, ibunya ingin agar dia
melepas keimanannya, dan mengancam kalau dia tidak mau maka ibunya akan mogok
makan hingga keinginannya terpenuhi.
Ancaman ibunya itu tidak menggoyahkan
keimanan Sa’ad. Hingga suatu ketika, ibunya pun berada dalam kondisi yang
sangat kritis. Beberapa kerabat pun menjemputnya agar menjenguk ibunya dengan
harapan ia berubah pikiran ketika melihat kondisi ibunya. Tapi, meski telah
melihat kondisi ibunya yang sekarat itu keimanannya kepada Allah tetap tidak
tergoyahkan. Meskipun sebenarnya hatinya terasa seperti teriris sembilu.
Ketika ia berada di dekat ibunya yang dalam
kondisi kritis tersebut, ia mendekatkan wajahnya ke wajah ibunya kemudian
berbisik, “Demi Allah, ketahuilah wahai Ibu, seandainya ibu mempunyai seratus
nyawa, lalu keluar satu per satu, anakmu ini takkan meninggalkan agama Allah dengan
tebusan apapun. Bahkan dengan nyawa ibu sekalipun. Sekarang terserah ibu,
apakah mau makan atau tidak.”
Akhirnya ibunya pun menyerah untuk membelokkan
kembali keimanan anaknya agar kembali menyembah berhala. Peristiwa inilah yang
kemudian menurunkan wahyu Allah berupa surah Luqman ayat 15 yang artinya: “Dan
seandainya kedua orang tua memaksamu untuk mempersekutukan Aku, padahal itu
tidak sesuai dengan pendapatmu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya….”
Sa’ad memiliki nama asli Sa’ad bin Malik
Azzuhri. Kakeknya bernama Uhaib, putera Manaf, yang merupakan paman dari
Aminah, ibunda Rasulullah SAW. Ia memiliki pribadi yang sangat takut kepada
Allah. Dia kerap menangis setiap mendengar Rasulullah berpidato di hadapan para
sahabat. Selain itu, Sa’ad juga termasuk sahabat yang dikarunai harta berlimpah
sehingga banyak menafkahkan hartanya di jalan Allah. Sa’ad juga tidak mau menjamah
harta yang syubhat apalagi haram. Oleh karena itu, dia dianggap sebagai
mahaguru dalam hal mengumpulkan harta yang bersih dan halal.
Sa’ad yang termasuk orang-orang yang pertama
masuk Islam setelah Sayidatina Khadijah r.a. ini juga memiliki keistimewaan
yakni doanya setajam pedang. Hal ini berkat doa Rasulullah kala melihat sesuatu
yang menyenangkan beliau pada diri Sa’ad, “Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya
dan kabulkan doanya…” Meski memiliki keistimewaan ini, Sa’ad tidak pernah mendoakan
seseorang dengan kejelekan. Jika ada seseorang mendzaliminya, ia hanya
menyerahkan urusannya kepada Allah.
Sa’ad juga dinobatkan sebaga salah satu
penduduk surga. Kala itu, dalam suatu majelis bersama para sahabat, tiba-tiba
Rasulullah menajamkan pandangannya ke depan seolah-olah melihat sesuatu yg ditunggu-tunggu
dari kejauhan. Kemudian beliau kembali menoleh kepada para sahabat seraya berkata:
“Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang lelaki penduduk surga.” Seketika
para sahabat menengok ke kiri ke kanan penuh tanda tanya, penasaran siapakah
gerangan orang yang beruntung itu. Ternyata, orang itu adalah Sa’ad bin Abi
Waqqash, karena tak lama kemudian dia lah yang muncul di hadapan mereka.
Apa rahasia Sa’ad sehingga
membuatnya dinobatkan sebagai salah satu penduduk surga? Mungkin itulah tanda tanya kita, yang juga
merupakan tanda tanya Abdullah bin Amr bin Ash, yang membuat beliau bertandang
ke rumah Sa’ad. “Tak lebih dari ibadah yang biasa kita kerjakan,” jawab Sa’ad,
“Hanya saja aku tidak pernah menaruh dendam atau niat jahat kepada siapapun dari
kaum muslimin.”
Itulah Sa’ad bin Abi Waqqash, sosok yg
memiliki keimanan yang sangat kuat seperti baja dan tegar ibarat batu karang. [
]